Dari 7.000 Jenis Rempah di Jateng, Hanya 4 Persen yang Dimanfaatkan

By Admin


nusakini.com - Semarang - Sebagai mana diketahui produksi berbagai jenis rempah di Jawa Tengah sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun, baru hanya 4 persen yang dimanfaatkan dan diproduksi dalam bentuk produk. Sisanya, dikelola dan dimanfaatkan sendiri oleh petani.

Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah, Sri Puryono dalam pembukaan Pekan Poros Maritim Berbasis Rempah di Lawangsewu, Semarang, Kamis (16/11/2017).

"Di Jawa Tengah ada 7.000 jenis rempah. Tapi baru 4 persen dari keseluruhan produksi rempah yang dimanfaatkan," katanya.

Sri memaparkan rempah sebagai komoditi sudah melimpah sejak lama. Ia meyakini komoditi ini akan maju. Karena itu, diperlukan kebijakan untuk mendorong dan mendukung petani rempah khsusnya di Jawa Tengah.

Dari 35 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah, menurutnya, ada beberapa daerah yang menjadi kantong rempah. Di antaranya Banjarnegara, Banyumas, Purbalingga, dan Kendal.
"Sudah sering saya sampaikan agar petani rempah ini berpedoman 3K. Yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Sehingga komoditi ini akan maju terus," paparnya.

Sebagai bentuk dukungan, ia mengatakan, Pemprov Jateng telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan di Jawa Tengah agar mengakomodir hasil rempah petani lokal.
Sehingga, dengan demikian akan memperpendek rantai distribusi yaitu dari petani langsung ke pabrik tanpa harus melewati tengkulak.

"Petani harus berani ke pabrikan. Jangan berorientasi komoditas lainnya saja. Dengan adanya kerjasama Pemerintah, maka petani ada jaminan bahan baku dan pabrik ada jaminan pasar," ujarnya.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang, mengklaim komoditas rempah merupakan peyumbang tertinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) melebihi minyak dan gas (migas) di Indonesia.

"Tahun 2016, komoditas rempah menyumbang Rp 429 triliun terhadap PDB nasional. Itu melebihi migas yang hanya Rp 365 triliun. Produk migas dari hari ke hari mengalami penurunan karena energi fosil akan habis," kata Bambang .

Menurutnya, sumbangsih komoditas rempah bisa dikembangkan dengan optimal. Tahun 2016, Kementerian Pertanian menganggarkan Rp 11 triliun untuk alokasi bibit perkebunan, dengan penambahan hingga Rp 1,6 triliun pada 2017.

Jumlah anggaran tersebut, kata Bambang, diperuntukkan membeli 35 juta bibit pohon, termasuk tanaman golongan rempah.

Dalam pengelolaan, Bambang mengaku di Indonesia masih sangat lemah. Rempah biasa dibeli dari petani dengan nilai kecil dan kualitas rendah. Berbeda jika dikelola secara berkelompok dalam jumlah banyak, terorganisir dan memiliki kualitas unggul.
"Sebanyak 99 persen rempah dikelola petaninya sendiri, dibeli beberapa karung dengan harga murah. Coba kalau berkelompok, dan ditanam dengan teknik yang tinggi menghasilkan kualitas unggul. Pembeli tidak bisa menawar murah," ucapnya. (p/ma)